Pelayanan BP-4 Kecamatan Samatiga Kab. Aceh Barat
Oleh: Desmiyanti, SS
(Penyuluh Agama Islam Muda)
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria
dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga
(rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.[1].
Sementeara menurut hukum Islam perkawinan adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat
kuat atau mitsaqan ghalididzan, untuk menaati perintah Allah SWT dan melaksanakannya merupakan ibadah.[2]
Adapun
tujuan daripada pernikahan adalah membentuk keluarga (rumah tangga) yang
bahagia dan kekal (mendapatkan keturunan) bedasarkan Ketuhanan Yang Maha
Esa.Menikah atau melangsungkan suatu perkawinan merupakan fitrah manusia yang
tidak dapat dihilangkan, tetapi harus dilaksanakan pada jalan yang benar agar
tidak menyimpang dari peraturan perundang-undangan yang
berlaku baik Kompilasi
Hukum Islam dan Undang-undang Nomor: 1 Tahun 1974. Manusia membutuhkan pelengkap hidup berupa perkawinan,
laki-laki membutuhkan seorang perempuan sebagai pasangannya, dan perempuan
membutuhkan seorang laki-laki sebagai pelindungnya, yang demikian ini merupakan
hukum alam. Apabila tidak dilaksanakan sesuai dengan prosedur
akan menimbulkan malapetaka bagi
kelangsungan hidup manusia.
Dalam prakteknya sering terjadi pelanggaran-pelanggaran
terhadap aturan-aturan yang sudah ditentukan, seperti terjadinya perkawinan di
bawah umur, kawin siri, kawin kontrak, hal ini berdampak terhadap perlindungan
hak-hak dari keturunan hasil pernikahan tersebut. Di sisi lain,
anjuran Nabi SAW untuk
melaksanakan pernikahan dan melarang membujang terus-menerus juga sangat
beralasan. Hal ini karena libido seksualitas merupakan fitrah kemanusian dan
juga makhluk hidup lainnya yang melekat dalam diri setiap makhluk hidup yang
suatu saat akan mendesak penyalurannya. Bagi manusia penyaluran itu hanya ada
satu jalan, yaitu perkawinan.[3] Islam dengan tegas menyatakan dalam Al-Quran
bahwa perceraian itu adalah suatu perbuatan yang halal, tetapi paling dibenci
Allah. Tapi, faktanya,
perceraian itu menjadi fenomena yang terjadi di masyarakat Indonesia. Angka perceraian di masyarakat terus
mengalami peningkatan, itu menjadi bukti kegagalan dari kerja Badan Penasehat
pembinaan Pembinaan Pelestarian Perkawinan (BP4).
Berangkat dari
sinilah penulis sangat tertarik untuk membahas makalah dengan judul: “Pelayanan
Badan
Penasihatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan Kabupaten Aceh Barat”.
B.
Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam
makalah ini dalam bentuk pertanyaan adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana
peran pelaksanaan program kerja BP4 KUA
kecamatan Samatiga Kab. Aceh Barat dalam memberikan bimbingan pra nikah kepada
calon mempelai dan penasihatan pernikahan.
2. Apa saja faktor
pendukung dan penghambat pelaksanaan program kerja BP4 KUA Kecamatan Samatiga
Kab. Aceh Barat dalam memberikan bimbingan pernikahan calon mempelai.
C. Tujuan penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah
sebagai berikut:
1. Untuk
mengetahui bagaimana peran pelayanan BP4 KUA kecamatan Samatiga Kab. Aceh Barat
dalam memberikan bimbingan pernikahan kepada calon mempelai.
2. Untuk
mengetahu apa saja faktor pendukung dan penghambat pelaksanaan program kerja
BP4 KUA Kecamatan Samatiga Kab. Aceh Barat dalam memberikan bimbingan
pernikahan calon mempelai.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Apa yang di maksud dengan BP-4
BP-4
yang berdiri pada 1960 ini sudah berganti kepanjangannya sebanyak tiga kali.
Pertama, pada 1960, BP4 merupakan akronim dari Badan Penasihatan Perkawinan,
Perselisihan dan Perceraian. Pada 1977 berubah menjadi Badan Pembinaan,
Penasehatan Perkawinan dan Perselisihan Rumah tangga. Terakhir pada
Musyawarah Nasional ke XIV yang berlangsung pada 1-3 Juni 2009, berubah menjadi
Badan Penasihatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan.[4]
Di Munas ke XIV itu juga ditegaskan kembali mengenai posisi BP4 yang merupakan
lembaga otonom dan merupakan mitra dari Kementerian Agama RI dengan tugas
membantu dan meningkatkan mutu perkawinan dengan mengembangkan gerakan keluarga
sakinah.
Masalah-masalah yang muncul
akhir-akhir ini terkait dengan perkawinan dan keluarga berkembang pesat antara lain; tingginya angka perceraian,
kekerasan dalam rumah tangga, kasus perkawinan sirri, perkawinan mut’ah,
poligami, dan perkawinan di bawah umur meningkat tajam yang sangat
berpengaruh terhadap eksistensi kehidupan sebuah keluarga. Oleh sebab itu, dan
seiring dengan meningkatnya populasi penduduk dan keluarga, maka BP4 perlu
menata kembali peran dan fungsinya agar lebih sesuai dengan kondisi dan
perkembangan terkini. Untuk menjawab persoalan
tersebut, BP4 harus menyiapkan seluruh perangkat pelayanan termasuk SDM, sarana
dan prasarana yang memadai. Tuntutan BP4 ke depan peran dan fungsinya
tidak sekadar menjadi lembaga penasihatan tetapi juga berfungsi sebagai
lembaga mediator dan advokasi. Selain itu BP4 perlu mereposisi organisasi demi
kemandirian organisasi secara profesional, independent, dan bersifat profesi
sebagai pengemban tugas dan mitra kerja Kementarian Agama dalam mewujudkan
keluarga sakinah, mawaddah, warahmah.
BP-4 merupakan
organisasi yang sudak berdiri sejak lama dan mempunyai jaringan sampai
kecamatan serta sudah sangat berpengalaman dalam menyelenggarakan pelatihan-pelatihan
yang berkaitan dengan pembinaan keluarga sakinah. Tokoh-tokoh BP-4 adalah
tokoh-tokoh agama dan tokoh masyarakat lainnya yang sudah sangat dikenal bahkan
ditaati oleh masyarakat. Keadaan ini akan mempermudah proses perdamaian.
Lembaga BP-4 memiliki tujuan untuk mempertinggi mutu perkawinan dan mewujudkan
keluarga bahagia, sejahtera dan kekal menurut agama Islam.
Dengan ditetapkannya
Peraturan Mahkamah Agung ( PERMA) No 01/2008 tanggal 31 Juli 2008 dan berlaku
sejak ditetapkannya itu, maka peran BP-4 dalam mengupayakan perdamaian bagi
pasangan yang sedang berperkara di Pengadilan Agama dan Mahkamah Syar'iyah
menjadi lebih besar lagi.
Menurut Peraturan Mahkamah Agung ini, selain beberapa perkara tertentu, semua sengketa perdata yang diajukan ke pengadilan tingkat pertama wajib lebih dahulu diupayakan penyelesaiannya melalui perdamaian dengan bantuan mediator.
Sejak dulu upaya perdamaian yang dilakukan oleh BP-4 merupakan upaya di luar pengadilan. Setelah dengan tegas disebutkan oleh PERMA 01/2008, bahwa PengadilanAgama dan Mahkamah Syar'iyah juga termasuk pengadilan yang terikat oleh ketentuan ini, maka mediasi yang dilakukan oleh mediator bersertifikat dari BP4 juga dapat merupakan bagian dari proses berperkara di pengadilan. “Jadi, posisinya lebih kuat dan perannya lebih dapat berkembang lagi”,
Untuk meningkatkan peran BP-4 dalam upaya perdamaian bagi perkara-perkara yang ditangani oleh Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar’iyah, ada beberapa hal yang perlu mendapat perhatian dari para tokoh BP-4. Pertama, perlu menambah tokoh-tokoh yang ahli atau melakukan peningkatan wawasan dan pemahaman di bidang psikologi keluarga dan hukum positif yang berkaitan dengan kewenangan PA. Kedua , perlu kerjasama dengan Departemen Agama atau pihak lainnya dalam memperoleh dana operasional. Mediasi yang dilakukan oleh bukan hakim akan menambah beban biaya bagi para pihak. Hakim akan lebih cenderung dipilih sebagai mediator dari pada yang bukan hakim, dengan alasan bahwa hakim yang bertindak sebagai mediator tidak dibenarkan menerima imbalan sebagai mediator. Perlu di upayakan agar para pihak yang menggunakan mediator dari BP4 dibebaskan dari biaya jasa.
Menurut Peraturan Mahkamah Agung ini, selain beberapa perkara tertentu, semua sengketa perdata yang diajukan ke pengadilan tingkat pertama wajib lebih dahulu diupayakan penyelesaiannya melalui perdamaian dengan bantuan mediator.
Sejak dulu upaya perdamaian yang dilakukan oleh BP-4 merupakan upaya di luar pengadilan. Setelah dengan tegas disebutkan oleh PERMA 01/2008, bahwa PengadilanAgama dan Mahkamah Syar'iyah juga termasuk pengadilan yang terikat oleh ketentuan ini, maka mediasi yang dilakukan oleh mediator bersertifikat dari BP4 juga dapat merupakan bagian dari proses berperkara di pengadilan. “Jadi, posisinya lebih kuat dan perannya lebih dapat berkembang lagi”,
Untuk meningkatkan peran BP-4 dalam upaya perdamaian bagi perkara-perkara yang ditangani oleh Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar’iyah, ada beberapa hal yang perlu mendapat perhatian dari para tokoh BP-4. Pertama, perlu menambah tokoh-tokoh yang ahli atau melakukan peningkatan wawasan dan pemahaman di bidang psikologi keluarga dan hukum positif yang berkaitan dengan kewenangan PA. Kedua , perlu kerjasama dengan Departemen Agama atau pihak lainnya dalam memperoleh dana operasional. Mediasi yang dilakukan oleh bukan hakim akan menambah beban biaya bagi para pihak. Hakim akan lebih cenderung dipilih sebagai mediator dari pada yang bukan hakim, dengan alasan bahwa hakim yang bertindak sebagai mediator tidak dibenarkan menerima imbalan sebagai mediator. Perlu di upayakan agar para pihak yang menggunakan mediator dari BP4 dibebaskan dari biaya jasa.
B.
Peran Pelayanan BP-4 Kecamatan Samatiga Kab. Aceh Barat.
1. Pelayanan
Pranikah
Pelayanan pranikah yang sering
disebut dengan Kursus calon pengantin
(Suscatin), diberikan 10 (sepuluh) menjelang pernikahan baik pernikahan dalam
Kecamatan Samatiga atau nikah pindah ke luar Kecamatan Samatiga. Peserta kursus
calon pengantin datang sendiri ke sekretariat BP-4 Kecamatan Samatiga beserta
orang tua, guna mendapat penjelasan dan informasi tentang pelaksanaan akad
nikah.
2. Upaya
penyelesaian perselisihan perkawinan bagi pasangan suami isteri
Pola penasehat keluarga bermasalah di
Indonesia ada 2 macam yaitu penasehat di pengadilan oleh majelis hakim dan penasehat
di luar pengadilan oleh tokoh masyarakat atau lembaga penasehat seperti BP-4.
BP-4 mempunyai tugas dan fungsi yang sangat erat dengan tugas pokok dan fungsi Pengadilan Agama/Mahkamah Syar'iyah. Keterkaitan yang erat itu adalah bahwa kedua-duanya merupakan “penjaga” keutuhan rumah tangga dan keluarga sakinah. Oleh karena itu, kemesraan di antara dua lembaga yang sudah terbina baik selama ini, perlu terus dipelihara dan ditingkatkan.
BP-4 mempunyai tugas dan fungsi yang sangat erat dengan tugas pokok dan fungsi Pengadilan Agama/Mahkamah Syar'iyah. Keterkaitan yang erat itu adalah bahwa kedua-duanya merupakan “penjaga” keutuhan rumah tangga dan keluarga sakinah. Oleh karena itu, kemesraan di antara dua lembaga yang sudah terbina baik selama ini, perlu terus dipelihara dan ditingkatkan.
Peraturan Mentri Agama No. 3 Tahun
1975 Pasal 28 ayat (3) menyebutkan bahwa “Pengadilan Agama dalam berusaha
mendamaikan kedua belah pihak dapat meminta bantuan kepada BP4 agar menasehati
kedua suami istri tersebut untuk hidup makmur lagi dalam rumah tangga”. Suami-istri
yang berperkara di Pengadilan Agama/ Maahkamah Syar’iyah ( PA/MS ) harus
melalui penasehatan BP4 terlebih dahulu. Demikian pula perselisihan suami istri
yang sedang ditangani oleh BP-4 Kecamatan Samatiga Kabupaten Aceh Barat,
diselesaikan terlebih dahulu di BP4 sebelum dibawa ke pengadilan, agar mereka
suami istri itu benar-benar mempertimbangkan dan berfikir secara matang sebelum
mengambil keputusan untuk bercerai.seperti dalam pasal 28 ayat 3 di atas.
Ketentuan tesebut harus difahami bahwa untuk kepentingan suami-istri yang
ditimpa masalah, maka Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar’iyah dapat meminta
bantuan BP-4.
BP-4
Kecamatan Samatiga Kabupaten Aceh Barat ketika ada pelaporan dari masyarakat
yang hendak mendapat bantuan hukum mendaftarkan ke dalam buku laporan kasus
rumah tangga, memanggil kedua belah pihak, orang tua (hakam dari kedua belah
pihak). Mendengar keterangan kedua belah pihak, lalu pihak BP-4 memberikan
nasihat-nasihat kepada pasangan suami isteri yang berselisih. Apabila tidak
berhasil BP-4 Kecamatan Samatiga Kab. Aceh Barat memberikan sebuah rekomendasi
untuk melanjutkan ke Mahkamah Syar’iyah.
Dalam
2(dua) tahun terakhir, tiga kasus rumah tangga yang ada dalam catatan buku
kasus di BP-4 Kecamatan Samatiga Kab. Aceh Barat, yaitu:
Ketiga
kasus tersebut dilimpahkan ke mahkamah syar’iyah, karena BP-4 Kecamatan
Samatiga Kab. Aceh Barat belum optimal dan tindak lanjut dari
penyelesaian kasus
belum dapat diselesaikan secara baik. dan apabila angka perceraian di masyarakat terus
mengalami peningkatan, itu menjadi bukti kegagalan dari kerja Badan Penasehat
pembinaan Pembinaan Pelestarian Perkawinan (BP4).
BP-4
merupakan organisasi yang sudak berdiri sejak lama dan mempunyai jaringan
sampai kecamatan serta sudah sangat berpengalaman dalam menyelenggarakan
pelatihan-pelatihan yang berkaitan dengan pembinaan keluarga sakinah.
Tokoh-tokoh BP4 adalah tokoh-tokoh agama dan tokoh masyarakat lainnya yang
sudah sangat dikenal bahkan ditaati oleh masyarakat. Keadaan ini akan
mempermudah proses perdamaian. Lembaga BP-4 memiliki tujuan untuk mempertinggi
mutu perkawinan dan mewujudkan keluarga bahagia, sejahtera dan kekal menurut
agama Islam Dengan ditetapkannya Peraturan Mahkamah
Agung ( PERMA) No 01/2008 tanggal 31 Juli 2008 dan berlaku sejak ditetapkannya
itu, maka peran BP-4 dalam mengupayakan perdamaian bagi pasangan yang sedang
berperkara di Pengadilan Agama dan Mahkamah Syar'iyah menjadi lebih besar lagi. Menurut Peraturan Mahkamah Agung ini, selain beberapa perkara tertentu, semua
sengketa perdata yang diajukan ke pengadilan tingkat pertama wajib lebih dahulu
diupayakan penyelesaiannya melalui perdamaian dengan bantuan mediator.
Sejak
dulu upaya perdamaian yang dilakukan oleh BP-4 merupakan upaya di luar
pengadilan. Setelah dengan tegas disebutkan oleh PERMA 01/2008, bahwa PengadilanAgama
dan Mahkamah Syar'iyah juga termasuk pengadilan yang terikat oleh ketentuan
ini, maka mediasi yang dilakukan oleh mediator bersertifikat dari BP4 juga
dapat merupakan bagian dari proses berperkara di pengadilan. “Jadi, posisinya lebih
kuat dan perannya lebih dapat berkembang lagi”,
Untuk meningkatkan peran BP-4
dalam upaya perdamaian bagi perkara-perkara yang ditangani oleh Pengadilan Agama/
Mahkamah Syar’iyah, ada beberapa hal yang perlu mendapat perhatian dari para
tokoh BP-4. Pertama, perlu menambah tokoh-tokoh yang ahli atau melakukan
peningkatan wawasan dan pemahaman di bidang psikologi keluarga dan hukum
positif yang berkaitan dengan kewenangan Pengadilan Agama/ Mahkamah Syar’iyah.
Kedua , perlu kerjasama dengan Kementerian Agama atau pihak lainnya dalam
memperoleh dana operasional. Mediasi yang dilakukan oleh bukan hakim akan
menambah beban biaya bagi para pihak. Hakim akan lebih cenderung dipilih
sebagai mediator dari pada yang bukan hakim, dengan alasan bahwa hakim yang
bertindak sebagai mediator tidak dibenarkan menerima imbalan sebagai mediator.
Perlu di upayakan agar para pihak yang menggunakan mediator dari BP4 dibebaskan
dari biaya jasa.
C. Paparan Data
Sekilas dari profil yang mengenai BP-4 Kecamatan Samatiga
Kabupaten Aceh Barat.
a.
1. Profil
Narasumber 1
Nama : Tgk. H. Sirajuddin Daud
TTL :
Alamat : Gampong Reusak Kec. Samatiga Kab.
Aceh Barat
Riwayat
Pendidikan
SDN/MI :
SLTP/MTs :
SLTA/Aliyah :
PT/
Ponpes : Dayah
Sabilussalam Gamp. Deuah, Kec. Samatiga
Kab. Aceh Barat
Pekerjaan : Penyuluh Agama Islam Non PNS Kec. Samatiga
Profil Narasumber 2
Nama : Tgk. Syafari
TTL : Rangkileh, 28 Juli 1969
Alamat :
Gp. Rangkileh Kec. Samatiga Kab. Aceh Barat
Riwayat Pendidikan
SDN/MI :
MI Suak Timah Tahun 1982
SLTP/MTs : MTs Suak Timah Tahun 1985
SLTA/Aliyah : MAN Suak Timah Tahun 1988
Pekerjaan :
Penyuluh Agama Islam Non PNS Kec. Samatiga
Kab. Aceh Barat
Hasil wawancara penulis tentang peran pelayanan BP-4
Kecamatan Samatiga Kab. Aceh Barat. Penulis melakukan observasi ke Kantor
Urusan Agama Kec. Samatiga Kab. Aceh Barat karena KUA tersebut sebagai
sekretariat sementara BP-4 Kecamatan Samatiga Kab. Aceh Barat. Dari observasi yang telah penulis lakukan, memperoleh
beberapa informasi mengenai kegiatan yang dilakukan di lembaga BP-4 tersebut,
yaitu: Kegiatan tersebut mencakup kegiatan rutin Rabu dan Kamis dan insidentil.
Kegiatan rutinan yang diadakan, adalah: Kursus calon
pengantin (suscatin) dengan pembina Tgk. H. Sirajuddin Daud (Ketua BP-4)
Kecamatan) yang dilaksanakan setiap hari Rabu dan Kamis, pukul 08.00-16.00. Sedangkan yang bersifat insidentil yaitu kasus
rumah tangga dalam wilayah Kecamatan Samatiga Kab. Aceh Barat.
b.
2. Struktur Kepengurusan BP-4 Kecamatan Samatiga Kab.
Aceh Barat.
` Ketua
: Tgk. H. Sirajuddin Daud
Sekretaris
: Desmiyanti,
SS
Bendahara
: Neri Wistia, S.Ag
Anggota : Dra. Umul
Aima
Maisarah
Yusallia
c. 3. Peserta
Suscatin BP-4 Kecamatan Samatiga Kab.
Aceh Barat.
1. Peserta Suscatin Rabu dan Kamis. Calon pengantin laki-laki dan
perempuan yang hendak melaksanakan nikah dalam kecamatan samatiga dan di luar
kecamatan samatiga
2. Yang bersifat insidentil. Kasus
rumah untuk dilakukan upaya damai
4. Pemateri
Pemateri
yang mengisi kursus calon pengantin (suscatin) ini adalah tokoh-tokoh agama
berasal dari Kecamatan Samatiga Kab. Aceh Barat, salah satu ustadz Tgk. H.
Sirajuddin Daud selaku ketua BP-4 Kecamatan Samatiga Kab. Aceh Barat, yang
berasal dari Dayah Sabilussalam Gampong Deuah Kec. Samatiga Kab. Aceh Barat.
d.
5. Pendanaan dalam kegiatan kursus calon pengantin dan
kasus rumah tangga.
Kegiatan kursus calon pengantin
dan untuk pemateri dibebankan kepada peserta yaitu Rp. 120.000,- (seratus dua
puluh ribu rupiah) digunakan untuk konsumsi peserta dan honor pemateri,
sedangkan dari kasus rumah tangga tidak dikutip biaya.
6. Metode
dalam kursus calon pengantin
1. Metode Ceramah
2. Metode Tanya Jawab
7. Pengaruh
keagamaan setelah mengikuti kursus calon pengantin
1. Bertambahnya wawasan dalam bidang kerumahtanggaan.
2. Terciptanya suasana
kerukunan sesama pasangan pengantin.
3. Adanya perubahan sikap yang positif dari diri peserta kursus
calon pengantin.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Peran Pelayanan BP4 dalam
membimbing calon mempelai belum berjalan
efektif. Setidaknya hal tersebut dapat dilihat ketika memberikan
bimbingan dalam masalah keluarga sakinah dan memberikan wawasan untuk membina
rumah tangga bahagia dalam prakteknya hanya dilakukan 1(satu) hari. Selanjutnya dalam kasus rumah tangga, perselisihan dan pertengkaran yang terjadi berujung kepada perceraian, ini menunjukan bukti peranan BP-4 Kecamatan Samatiga Kab. Aceh Barat belum maksimal. Kedua, faktor pendukung progam kerja BP4 KUA Kecamatan
Samatiga Kab. Aceh Barat adalah sebagai lembaga otonom dan mendapatkan dukungan
sosial. Sementara itu, faktor penghambat progam kerja BP4 adalah kinerja yang
belum optimal, sosialisasi yang kurang, SDM yang kurang.
[1]Dirjen Bimas Isman Kementeri
Agama RI, Undang-undang Nomor: 1 Tahun 1974 (Jakarta: 2009) hal. 45
[2]Hasbullah Bakry, Kumpulan Undang-undang dan Peraturan
Perkawinan di Indonesia, Djambatan, (Jakarta: 1981), hlm 201
[3]
Majda El-Muhtaj, Hak Asasi Manusia Dalam Konstitusi
Indonesia, (Prenada
Media Group:
Jakarta, 2005), hlm. 25.